Upaya Menggapai Mimpi Masa Kecil dengan Mengikuti Pelatihan BM PGRI Gelombang -27

Oleh: Fitrilawati




Banyak buku menarik dan menjadi best seller sehingga diangkat oleh produser menjadi suatu film. Akan tetapi seringkali orang merasa kecewa karena mendapatkan bahwa bukunya lebih bagus ketimbang filmnya! Saya sering merasa terkagum-kagum kepada penulis, bagaimana penulis bisa menggambarkan suatu karakter secara rinci dan detail sehingga pembaca dapat berimajinasi membayangkan bagaimana tokohnya, bagaimana tempatnya, dan bagaimana suasananya. Dengan demikian pembaca dapat merasakan adanya suatu ‘bonding’ dengan cerita yang disuguhkan oleh penulis.

Mimpi masa kecil untuk menjadi penulis
Sebenarnya sejak kecil saya sudah mengagumi banyak penulis. Walaupun saat itu buku-buku yang ada di perpustakaan sekolah sangat sederhana, yang hanya berupa tulisan saja tanpa ilustrasi menarik apalagi berwarna, namun adalah sangat menyenangkan meminjam buku cerita disana. Teringat waktu itu ada buku tentang kehidupan seorang gadis di desa terpencil. Sang Penulis pandai sekali merangkai kata dan mendeskripsikan suasana secara rinci, sehingga terbayangkan oleh pembaca betapa menyenangkan tinggal di desa tersebut. Indah sekali dunia khayalan yang diciptakan oleh sang penulis. Kesan yang tertinggal di kepala setelah membaca buku tersebut sempat mempengaruhi diri. Ketika itu sempat mempunyai keinginan kalau sudah besar nanti ingin tinggal di daerah perbukitan, hidup sebagai petani berkebun sayur-mayur dan buah-buahan, serta memiliki seekor kuda yang dapat mengantarkan kemana-mana. Betapa liarnya dunia khayalan anak kecil yang diinisiasi oleh suatu bacaan!

Pengalaman membaca buku-buku membuat diri terkagum-kagum pada profesi penulis, bahkan pernah bermimpi seandainya pada suatu hari nanti dapat menjadi seorang penulis. Ternyata tidak mudah untuk membuat tulisan yang diinginkan. Walaupun sudah ada ide di kepala sebagai bahan untuk dituliskan, namun ketika menuangkannya dalam bentuk tulisan banyak sekali hambatan. Seringkali baru menghasilkan satu dua halaman tulisan, terasa banyak kekurangannya, misalnya urutan kalimat yang tidak sesuai, penggunaan kata yang tidak tepat sehingga merasa tulisan tersebut perlu direvisi lagi. Akan tetapi, karena ada banyak urusan penting yang harus segera dikerjakan, kegiatan menulis menjadi prioritas ke seratus, yang pada akhirnya tidak pernah mendapatkan giliran. Sebagai akibatnya hingga sebelum mengikuti pelatihan ini jangankan membuat buku, tulisan yang lengkap dan siap dipublikasikan pada suatu Blog pun belum punya.

Awal perkenalan dengan BM PGRI
Karena senang membaca dan mengagumi profesi penulis, ketika pada WAG orang tua murid di sekolah anak, ada bapak guru yang memposting tulisannya di Blog dan Kompasiana, saya menjadi sangat tertarik untuk membacanya. Setelah dibaca, tulisan tersebut terasa sangat menarik, dengan bahasa sederhana ceritanya mengalir sehingga terbayangkan di kepala kejadian dan suasana indah yang diceritakan oleh sang guru penulis. Hal tersebut membuat saya menjadi pembaca setia dari tulisan-tulisan sang guru penulis. Karena tertarik dan kagum, ingin juga berkomentar terhadap tulisan di Blog tersebut, tetapi nggak bisa karena ternyata yang tidak mempunyai akun di Blog tersebut tidak bisa membuat komentar. Pada saat itu belum tahu bagaimana cara membuat akun pada Blog dan tidak ada suatu keperluan mendesak yang mengharuskan untuk memiliki suatu Blog.

Suatu hari sang guru penulis memposting di WAG orang tua murid di sekolah anak tentang adanya kesempatan untuk mengikuti Bimbingan Menulis PGRI gelombang 27 yang akan diadakan pada bulan Agustus 2022. Melihat postingan tersebut, langsung terasa ada trigger yang mengusik mimpi masa lalu untuk menjadi seorang penulis. Ketika tahu bahwa yang bukan anggota PGRI pun dapat mengikuti pelatihan menulis tersebut, saya langsung mencoba bergabung ke WAG Belajar Menulis (BM) tersebut, walaupun secara senyap sambil menyelinap. Saat itu belum ada keberanian untuk memperkenalkan diri di grup.

Awalnya bingung ketika bergabung dengan WAG BM PGRI, terasa seperti masuk belantara. Tidak ada orang yang dikenal dalam grup tersebut, sementara chatting di grup sangat ramai dan para anggotanya tampak saling kenal dan akrab. Sempat pusing juga mengikuti grup tersebut, apalagi ada beberapa posting sampah yang lewat. Sempat menghibur diri dan mengatakan pada diri sendiri bahwa hal tersebut wajar saja karena tautannya lepas sehingga siapa aja bisa join ke grup tersebut. Lalu iseng, mencoba mengecek keanggotaan WAG, alamak banyak sekali anggotanya. Kemudian terasa agak lega juga karena di grup tersebut ternyata ada nama sang guru penulis yang sudah dikenal. Lalu, agar tidak kesepian, secara random mencoba mengontak salah seorang admin grup tersebut. Ternyata nyangkutnya ke ibu Emut (waktu itu belum tahu bahwa nama beliau Mutmaenah). Di luar ekspektasi ternyata ibu Emut sangat ramah sekali, dengan pengantar sang bu admin, timbul keberanian untuk menuliskan perkenalan diri di WAG tersebut.

Pertama kali membuat akun Blog dan membuat tulisan di Blog
Sebagai pendatang baru, saya pasang mata telinga dan menjadi pengamat dan pendengar yang aktif guna mendapatkan informasi lengkap. Setelah membaca aturan pelatihan dan rencana materi pelatihan yang akan diberikan, keinginan untuk belajar dan ikut pelatihan BM pun semakin kuat. Karena ada persyaratan mempunyai akun Blog, segera saya belajar dan membuat akun Blog dan akun kompasiana. Setelah itu saya merasa senang karena sudah punya akun Blogger dan Kompasiana, walaupun Blog tersebut masih kosong dan saya pun belum tahu cara mengedit tulisan pada Blog tersebut. Terasa cukup melegakan karena dengan memiliki akun Blogger sudah terjamin adanya tiket untuk mengikuti pelatihan BM.

Setelah memiliki Blog, menunggu waktu pertemuan pertama pelatihan terasa lama. Ketika opening ceremony, saya berusaha menyimak apa yang disampaikan oleh panitia dan penggagas pelatihan walau saat itu harus sambil mengerjakan pekerjaan lain. Apa yang disampaikan panitia pada saat opening ceremony tersebut sangat berkesan dan memotivasi diri untuk lanjut belajar. Apa lagi terlihat bahwa tahapan belajarnya cukup realistis dan juga dilengkapi supporting system. Pelatihan tersebut dirancang dengan perencanaan yang baik, ada 30 kali pertemuan dengan 30 narasumber yang akan memberikan 30 macam materi. Ada kewajiban bagi peserta pelatihan untuk menulis resume dari setiap pertemuan. Dan yang penting lagi, resume yang dibuat tersebut wajib diposting pada Blog. Ada juga supporting grup yaitu kelompok kecil yang dikoordinasi oleh seorang mentor yang dapat membantu proses belajar secara personal.

Rancangan pelatihan tersebut sangat menarik karena dalam pelatihan tersebut ada semacam tahapan. Untuk naik ke level atas (bacanya menjadi penulis) peserta tidak disuruh meloncat, tetapi diajak menaiki anak tangga setahap demi setahap, yang mestinya bisa dilalui dengan langkah normal. Pada pelatihan tersebut ada rutinitas latihan menulis (tiga kali pertemuan per minggunya) dengan ide yang sudah disiapkan oleh panitia (yaitu membuat resume materi), ada deadline yang jelas, dan ada target yang realistis. Setiap resume yang dibuat bisa langsung diposting, tanpa perlu menunggu kesempurnaan. Kalaupun ada banyak kekurangan, itu adalah wajar, namanya juga sedang belajar. Kemudian ada juga feedback dari tim solid untuk resume yang dibuat. Hal tersebut sangat berguna karena merupakan latihan guna membantu peserta untuk membiasakan diri membuka telinga dan melapangkan hati terhadap kritikan. Teringat kata bapak guru saat masih di bangku sekolah dulu, bahwa latihan merupakan tahapan penting dalam mengerjakan segala sesuatu agar bisa membuat lompatan katak (frog leap).

Setelah mendengarkan uraian pada opening ceremony, saya tercenung dan bergumam pantas saja selama ini tidak pernah berhasil membuat tulisan yang diterbitkan. Target yang diinginkan terlalu tinggi sementara kemampuan diri tidak memadai. Kemampuan penulis hebat dalam membuat deskripsi yang indah dan mudah dicerna sehingga dapat menyenangkan hati pembaca, pastilah bukan hal yang didapat secara instant tetapi setelah melewati banyak tahapan pembelajaran yang konsisten dan penuh tantangan. Tidak mungkin sesuatu itu terjadi secara instant, seperti pada kisah Bandung Bondowoso yang dapat menciptakan seribu candi dalam semalam demi memenuhi persyaratan yang diminta oleh Roro Jonggrang. Cerita 'ke-instan-an' tersebut hanyalah sebuah dongeng dan bukan realita. Saya percaya bahwa harus ada proses untuk sesuatu pencapaian. Karena itu pada awal pelatihan ada semacam ‘resolusi’ pada diri untuk mengikuti tahapan-tahapan pelatihan yang telah dirancang oleh panitia dengan baik, walau dalam kondisi terbatas.

Pertemuan Pelatihan BM Gelombang 27
Ketika itu, menanti waktu pertemuan pertama terasa lama. Sambil menunggu saya membuka Blog yang sudah dibuat dan mencoba membuat tulisan pertama. Apa yang ditulis adalah apa yang ada di kepala saat itu, semacam membuat curahan hati. Walaupun belum bisa dan belum biasa menggunakan editing pada Blog, tulisan yang dibuat tersebut langsung diposting. Kali itu terasa ringan saja dan tanpa beban, kalaupun tulisan tersebut masih kurang baik ya tidak apa-apa, namanya saja sedang belajar. Ternyata sikap cuek seperti itu sangatlah membantu. Itu adalah tulisan pertama yang diposting. Walaupun hanya sebuah tulisan singkat senang juga, apa lagi sudah ada yang mampir dan berkomentar. Ingin memberikan ucapan terima kasih atas support yang mampir tersebut, tapi kala itu belum tahu cara membuat komentar. Mencoba berdamai lagi dengan diri, nggak apa-apa mungkin lain waktu bisa membalas komentar, namanya juga learning by doing.

Saat itu, walau sangat menunggu pertemuan pertama, ternyata saat waktunya tiba saya tidak bisa real time mengikuti materi yang disampaikan oleh Omjay yang merupakan narasumber pertama pada pelatihan BM gelombang 27. Topik pertama yang diberikan sangat menarik yaitu tentang menulis di Kompasiana. Saat itu membuat resume pertama tanpa beban, apalagi saat membuat akun Kompasiana sempat juga searching tentang Kompasiana.

Setelah mengikuti tiga kali pertemuan, terasa pengetahuan yang didapat dari kegiatan pelatihan tersebut semakin bertambah dan menulis terasa lebih lancar. Saat ini pada Blog yang dibuat sudah ada empat tulisan, tulisan pendahuluan saat awal membuat Blog dan tiga buah resume dari tiga materi yang diberikan oleh narasumber. Ada keinginan untuk terus mencoba menulis tanpa menekan diri dengan target yang muluk-muluk. Selain itu, ada keinginan untuk memotivasi diri agar kegiatan menulis bisa menjadi passion.

Membuat tulisan untuk antologi
Setelah pertemuan kedua dengan nara sumber Bu Kanjeng, ada tawaran untuk ikut menulis antologi kepada peserta pelatihan. Setelah membaca postingan tersebut ada keinginan untuk mencoba, akan tetapi saya sangat ragu. Ada pertanyaan di dalam diri tentang apakah bisa membuat tulisan dan juga apakah pantas? Ada semacam tekanan pada diri agar tahu diri, apakah pantas membuat tulisan untuk antologi the power of writing karena sejauh ini baru bisa membuat tiga tulisan di Blog. Tulisan-tulisan itupun hanya berupa resume materi yang diberikan oleh narasumber pada beberapa pertemuan pelatihan, yang merupakan bagian dari kewajiban dalam mengikuti kegiatan BM. Saya butuh beberapa hari untuk membuat keputusan, sampai akhirnya memberanikan diri untuk bergabung pada grup antologi the power of writing. Alhamdulillah, setelah bergabung di grup tersebut ada support positif sehingga berani untuk mencoba. Pada tulisan ini saya mencoba menuliskan latar belakang dan pengalaman mengikuti pelatihan bimbingan menulis PGRI gelombang 27.

Ucapan Terima Kasih
Berkaitan dengan tulisan ini, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Pak Abas Besari, sang guru penulis yang merupakan guru favorit anak saya. Tulisan beliau sudah mentrigger kembali mimpi masa kecil untuk menjadi penulis dan beliau juga yang mempekenalkan saya dengan BM PGRI. Terima kasih kepada Ibu Mutmaenah yang sudah menemani saya bergabung dengan WAG BM PGRI. Terima kasih kepada Omjay, Bu Kanjeng, dan Maydearly yang sudah memberikan banyak materi berguna, Terima kasih kepada Ibu Lely yang menjadi mentor saya. Serta terima kasih kepada Pak Damar dan Pak Sim yang sudah memberikan support dan keyakinan bahwa bisa membuat tulisan antologi the power of writing. Terima kasih kepada semua tim solid yang menyelenggarakan pelatihan BM gelombang 27. Terima kasih kepada semua peserta pelatihan Belajar menulis yang ada di Grup BM PGRI yang sudah membersamai belajar menulis.

3 komentar:

  1. Mantap..luar biasa .calon penulis hebat berikutnya

    BalasHapus
  2. Semangat Bu..sama aku juga baru pemula semoga dg adanya buku antologi ini kita bisa mengikuti mereka yg sudah berhasil dan sukses 💪

    BalasHapus