Menulis Puisi

Oleh: Fitrilawati

Resume ke-18
Gelombang: 27
Tanggal: 30 September 2022
Tema: Menulis Puisi
Narasumber: Dr. Nurhasanah, M.Pd
Moderator: Dail Ma’ruf



Berikut adalah resume dari materi yang diberikan oleh narasumber Ibu Dr. Nurhasanah, M.Pd yang berjudul ‘Menulis Puisi’ dengan dipandu oleh Bapak Dail Ma’ruf sebagai Moderator. Topik malam ini sangat menarik karena puisi merupakan ragam sastra yang dapat digunakan seseorang untuk mengekspresikan jiwanya. Selain itu, menulis puisi dapat melatih kepekaan terhadap realitas kehidupan sekitar.

Pertemuan diawali oleh Bapak moderator dengan menyapa peserta KBM, berdoa memberikan motivasi kepada peserta. Kemudian, Bapak moderator mengajak peserta untuk menyambut narasumber materi malam ini yaitu Ibu Dr. Nurhasanah, M.Pd. Narasumber yang memiliki panggilan akrab Bu Hasanah merupakan Pengawas Madrasah Aliyah di Kankemenag Sukabumi. Beliau baru menyelesaikan S3 dalam ilmu pendidikan prodi manajemen pendidikan, yang sesuai dengan tugasnya sebagai pengawas pada Madrasah Aliyah. Beliau juga merupakan alumni KBM Gelombang 18.

Narasumber memperlihatkan karya buku yang sudah dibuatnya. Beliau memiliki buku solo dan 72 buku antologi, serta segudang prestasi, Riwayat hidup lengkap beliau dapat diakses pada link berikut: https://hasanahhalima.blogspot.com/.

Narasumber memulai materi dengan menguraikan pengertian puisi, baik menurut KBBI maupun menurut HB Jassin, seorang sastrawan terkenal. Pengertian puisi menurut KBBI adalah ragam sastra yang terikat, gubahan dalam bahasa, sajak. Menurut HB Jassin puisi adalah suatu karya sastra yang diucapkan dengan perasaan dan memiliki gagasan atau pikiran serta tanggapan terhadap suatu hal atau kejadian tertentu.

Menurut narasumber, sebagai ragam sastra yang terikat puisi memiliki irama matra, rima ,bahasa, penyusunan larik dan bait. Irama adalah pengulangan bunyi yang biasanya tersusun rapih, Sedangkan Rima itu bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata untuk memperindah puisi dan menggambarkan perasaan penulisnya. Kalau Matra adalah ukuran banyaknya tekanan irama. Larik itu baris dalam puisi, bisa satu kata, bisa frase, bisa pula sebuah kalimat.

Sebagai gubahan dalam bahasa, puisi memiliki bentuk yang terpilih dan tertata secara cermat sehingga dapat mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus.

Sebagai sajak, puisi dapat berupa sajak bebas, sajak berpola, sajak dramatik, sajak lama, dan sajak mbeling. Sebagai sajak bebas, puisi tidak terikat rima dan mantra, dan tidak terikat oleh jumlah larik dalam setiap bait, jumlah suku dalam setiap larik. Pada sajak berpola puisi mencakupi jenis sajak yang susunan lariknya berupa bentuk geometris, seperti belah ketupat, jajaran genjang, bulat telir, tanda tanya, tanda seru, ataupun bentuk lain. Pada sajak dramatik, puisi memiliki persyaratan dramatik yang menekankan tikaian emosional atau situasi yang tegang. Pada sajak lama, puisi belum dipengaruhi oleh puisi barat seperti pantun, gurindam, syair, mantra, dan bidal. Pada sajak mbeling puisi berupa sajak ringan yang bertujuan membebaskan rasa tertekan, galisah, dan tegang, atau sajak main-main.

Bu Hasanah menjelaskan bahwa puisi harus mengikuti struktur fisik puisi yaitu bentuk, diksi, majas, dan rima. Penjelasan untuk masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut.
Bentuk: berbentuk baris-bait
Diksi: pemilihan kata indah dan memiliki kekuatan makna
Majas: bahasa kias untuk mengungkapkan isi hati penyair
Rima: persamaan bunyi di baris/ akhir baris untuk memunculkan keindahan bunyi

Jenis puisi dikelompokkan sebagai puisi lama dan puisi baru. Perbandingsan antara puisi lama dan puisi baru adalah sebagai berikut.

Puisi lama
Puisi yang masih terikat oleh aturan-aturan yaitu jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam satu bait, persajakan (rima), banyak suku kata pada tiap baris. Contoh puisi lama adalah mantra, pantun, seloka, talibun.

Puisi Baru
Puisi yang tidakterikat oleh aturan yang mana bentuknya lebih bebas dari pada puisi lama dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Ciri-ciri puisi baru adalah memiliki bentuk yang rapi dan simetris (sama), persajakan akhir yang teratur, menggunakan pola sajak pantun dan syair walaupun dengan pola yang lain, Sebagian besar puisi empat seuntai (baris). Jenis puisi baru antara lain balada, himne, ode, epigram, romansa, elegi, dan satire. 

Penjelasan dari masing-masing jenis puisi tersebut adalah sebagai berikut.
  • Balada adalah puisi berisi kisah atau cerita
  • Himne adalah puisi pujaan untuk menghormati tuhan, seorang pahlawan, atau tanah air
  • Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi bersifat menyanjung terhadap pribadi tertentu
  • Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan atau ajaran hidup
  • Romansa adalah puisi yang berisi luapan cinta kasih
  • Elegi adalah yang berisi ratapan tangis atau kesedihan
  • Satire adalah puisi yang berisi sindiran atau keritik
Dengan moderator Pak Dail, pertemuan ke delapan belas pada kelas Belajar Menulis Gelombang 27 sangat seru dan menarik karena sudah mendapatkan ilmu tentang menulis puisi. Apalagi peserta diajak mempraktekkan ilmu barunya dengan mencoba membuat puisi. Terima kasih kepada Pak Dail sebagai moderator yang inspiratif, Ibu Hasanah sebagai narasumber yang hebat, dan Tim Solid Omjay yang hebat dan sudah mengorganisasi pelatihan ini

Mengenal Penerbit Indie

Oleh: Fitrilawati

Resume ke-17
Gelombang: 27
Tanggal: 28 September 2022
Tema: Mengenal Penerbit Indie
Narasumber: Mukminin, S.Pd, M.Pd
Moderator: Helwiyah



Berikut adalah resume dari materi yang diberikan oleh narasumber Pak Mukminin, S.Pd, M.Pd yang berjudul ‘Mengenal Penerbit Indie’ dengan dipandu oleh Ibu Helwiyah sebagai Moderator. Topik malam ini sangat penting dan menarik karena setelah naskah buku sudah disiapkan maka akan memasuki tahap publikasi sehingga diperlukan penerbit. Pada tahapan tersebut diperlukan wawasan tentang beberapa alternatif penerbit yang dapat menerbitkan buku.

Pertemuan diawali oleh ibu moderator yang memiliki panggilan akrab Bu Ewi dengan berpantun ria. Kemudian, Ibu Helwiyah memperkenalkan narasumber yaitu Bapak Mukminin, S.Pd, M.Pd yang dikenal dengan panggilan akrab Cak Inin adalah guru di SMP 1 Kedungpring Lamongan Jawa Timur. Di usianya yang ke 56 tahun Cak Inin sudah memiliki banyak karya buku dan segudang prestasi. Saat ini Cak Inin menjabat sebagi Direktur penerbit Kamila Press Lamongan. Kurikulum vitae lengkap Cak Inin dapat diakses pada https://cakinin.blogspot.com/2020/10/curiculum-vitae.html dan karya-karyanya dapat dilihat pada link https://cakinin.blogspot.com/2022/02/usia-56-tahun-aku-berkarya-dan.html. Cak Inin merupakan alumni belajar menulis bersama PGRI asuhan Om Jay gelombang 8.

Menurut narasumber, pada zaman melinial ini, semua orang baik pelajar, mahasiswa, pegawai, guru, dosen, maupun wiraswasta dapat menulis dan menerbitkan buku. Menurut beliau, menulis dan menerbitkan buku itu tidak serumit yg dibayangkan. Apalagi sebagai seorang guru, ada banyak kisah dan pengalaman inspiratif yang dapat ditulis dan diterbitkan menjadi buku sehingga bermanfaat bagi orang lain. Namun Cak Inin menambahkan bahwa untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan ketekunan, perjuangan, dan tekad, serta motivasi tinggi agar tidak goyah saat menjalani proses menulis.

Cara menulis dan menerbitkan buku yang tepat ada 5 tahapan yaitu pra-writing, drafting, revisi, editing/ swa-sunting, dan publikasi. Sebelum publikasi ada pertanyaan wawasan mengenai penerbit yg akan menerbitkan buku kita. Ada beberapa penerbit Independen ( penerbit Indie) di antaranya Oase, Gemala, YPTD dan Kamlia Press Lamongan.

Penjelasan untuk masing-masing tahapa menulis dan menerbitkan buku adalah sebagai berikut.
1. Prawriting yang terdiri dari beberapa tahap:
a.. Tahap awal penulis mencari ide apa yang akan ditulis dg peka terhadap sekitar.
b. Penulis hrs kreatif menangkap fenomena yg terjadi di sekitar untuk menjadi tulisan.
c. Penulis banyak membaca buku.

2. Drafting
Penulis mulai menulis naskah buku sesuai yang dengan apa yang disukai ( passion). Boleh menulis artikel, cerpen, puisi, novel dan sebagainya dg penuk kreatif merangkai kata, menggunakan majas, dan berekpresi untuk menarik pembaca.

3. Revisi
Setelah naskah selesai maka dilakukan revisi naskah untuk memutuskan bagian tulisan mana yang baik dicantumkan, 
bagian tulisan mana yang perlu dibuang, bagian tulisan mana yg perlu ditambahkan.

4. Editing/ Swasunting
Setelah naskah kita revisi maka masuk tahapan editing. Penulis melakukan pengeditan untuk memperbaiki berbagai kesalahan tanda baca, kesalahan pada kalimat. Tahap ini boleh dikatakan sebagai "Swasunting" yaitu menyunting tulisan sendiri sebelum masuk penerbit. Penulis dituntut untuk memiliki kemampuan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EBBI.

5. Publikasi
Jika naskah buku sudah siap maka akan memasuki tahap Publikasi atau penerbitan buku.

Naskah buku dapat diterbitkan oleh Penerbit Mayor atau Penerbit Indie.  Penerbit mayor adalah perusahaan penerbitan yang skalanya sudah besar dan sudah punya nama brand yang besar. Penerbit Indie adalah penerbit mandiri, yang merupakan penerbit alternatif untuk menerbitkan buku atau media yang lain yang dilakukan penulis naskah. 

Perbedaan antara penerbit Mayor dan penerbit Indhie dapat dilihat dari berbagai segi seperti diuraikan pada berikut:

1. Jumlah Cetakan
  1.  Penerbit mayor mencetak bukunya secara masal. Biasanya cetakan pertama sekitar 3000 eksemplar atau minimal 1000 eksemplar untuk dijual di toko-toko buku.
  2. Penerbit indie : hanya mencetak buku apabila ada yang memesan atau cetak berkala yang dikenal dengan POD ( Print on Demand) yang umumnya didistribusikan melalui media online Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, WA grup dll.
2. Pemilihan Naskah yang Diterbitkan
  1. Penerbit mayor : Naskah harus melewati beberapa tahap prosedur sebelum menerbitkan sebuah naskah. Tentu saja, menyambung dari poin yang pertama, penerbit mayor mencetak bukunya secara masal 1000 - 3000 eksemplar. Mereka ekstra hati-hati dalam memilih naskah yang akan mereka terbitkan dan tidak akan berani mengambil resiko untuk menerbitkan setiap naskah yang mereka terima. Penerbit mayor memiliki syarat yang semakin ketat, harus mengikuti selera pasar, dan tingginya tingkat penolakan.
  2. Penerbit indie : Tidak menolak naskah. Selama naskah tersebut sebuah karya yang layak diterbitkan; tidak melanggar undang-undang hak cipta karya sendiri, tidak plagiat, serta tidak menyinggung unsur SARA dan pornografi, naskah tersebut pasti akan diterbitkan. 
3. Profesionalitas
  1. Penerbit mayor : Penerbit mayor tentu saja profesional dengan banyaknya dukungan SDM di perusahaan besar mereka.
  2. Penerbit indie : profesional, tapi sering disalah artikan. Banyak sekali anggapan menerbitkan buku di penerbit indie asal-asalan, asal cetak-jadi-jual. Sebagai penulis, harus jeli memilih siapa yang akan jadi penerbit Bapak Ibu dan Saudara-saudara. Jangan tergoda dengan paket penerbitan murah, tapi kualitas masih belum jelas. Mutu dan manajemen pemasaran buku bisa menjadi ukuran penilaian awal sebuah penerbitan. Kadang murah Cover kurang bagus, kertas dalam coklat kasar bukan bookpaper ( kertas coklat halus). Kami jaga mutu Cover bagus cerah mengkilat isi buku kertas cokal halus awet ( bookpapar).
4. Waktu Penerbitan
  1. Penerbit mayor : Pada umumnya sebuah naskah diterima atau tidaknya akan dikonfirmasi dalam tempo 1-3 bulan. Jika naskah diterima, ada giliran atau waktu terbit yang bisa cepat, tapi ada juga yang sampai bertahun-tahun. Karena penerbit mayor adalah sebuah penerbit besar, banyak sekali alur kerja yang harus mereka lalui. Bersyukur kalau buku bisa cepat didistribusikan di semua toko buku. Namun, jika dalam waktu yang ditentukan penjualan buku tidak sesuai target, maka buku akan dilepas oleh distributor dan ditarik kembali oleh penerbit.
  2. Penerbit indie : Tentu berbeda kami akan segera memproses naskah yang kami terima dengan cepat. Dalam hitungan minggu bukumu sudah bisa terbit. Karena memang, kami tidak fokus pada selera pasar yang banyak menuntut ini dan itu. Kami menerbitkan karya yang penulisnya yakin karya tersebut adalah karya terbaiknya dan layak diterbitkan sehingga kami tidak memiliki pertimbangan rumit dalam menerbitkan buku.
5. Royalti
  1. Penerbit mayor : kebanyakan penerbit mayor mematok royalti penulis maksimal 10% dari total penjualan. Biasanya dikirim kepada penulis setelah mencapai angka tertentu atau setelah 3-6 bulan penjualan buku.
  2. Penerbit indie : umumnya 15-20% dari harga buku. Dipasarkan dan dijual penulis lewat fb, Instagram, wa grup, Twitter, status, dll
6. Biaya penerbitan
  1. Penerbit mayor: Biaya penerbitan gratis. Itulah sebabnya mereka tidak bisa langsung menerbitkan buku begitu saja sekalipun buku tersebut dinilai bagus oleh mereka. Seperti yang sudah disebut di atas, penerbit mayor memiliki pertimbangan dan tuntutan yang banyak untuk menerbitkan sebuah buku karena jika buku tersebut tidak laku terjual, kerugian hanya ada di pihak penerbit.
  2. Penerbit indie: Berbayar sesuai dg aturan masing-masing penerbit. Antara penerbit satu dengan yang lain berbeda. Karena pelayanan dan mutu buku yg diterbitkan tidak sama.
CV Kamlia Press Lamongan merupakan salah satu penerbit Independen (penerbit Indie) yg banyak disuka. Penerbitan KAMILA PRESS LAMONGAN melayani cetak buku, dengan jasa ISBN, editing, Lay out, dan design cover buku dengan harga terjangkau. Fasilitas yang didapat adalah cover buku, layout, Edit, sertifikat penulis buku, PO buku. Dapat buku ISBN sesuai pesanan. Cetak 10 dapat 10 buku yg 2 buku ke PERPUSNAS tanggung jawab Kamila Press.


Karya yg mau cetak CV Kamlia Press nasakahnya ditulis dengan menggunakan microsoft word dengan struktur judul, kata pengantar, daftar isi, naskah sesuai urutan isi, Daftar pustaka jika ada, sinopsis, dan foto dan biodata penulis.

Syarat-syarat penerbitan di KAMILA PRESS LAMONGAN:
  1. Kirimkan naskah lengkap mulai judul, kata pengantar, daftar isi, naskahdaftar isi, daftar pustaka, biodata penulis dg fotonya dan Sinopsis
  2. Ketik A5 ukurannya 14,8 x 21 cm, spasi 1,15 ukuran fon 11 dan margin kanan 2 cm, kiri 2 cm, atas 2 cm dan bawah 2 cm. Gunakan huruf Arial, calibri atau Cambria dan masukkan dalam 1 file kirim ke WA sy atau email gusmukminin@gmail.com atau  kamilapresslamongan24@yahoo.com
Harga Penerbitan buku di Kamila Press Lamongan ( harga sewaktu-waktu bisa berubah).
  1. Biaya Cetak buku A5, kertas Bookpapar (coklat halus) atau HVS putih
  2. (termasuk biaya ISBN, Layuot, edit, cover buku, PO buku, sertifikat). Minimal cetak 10 buku mulai 1 SEPTEMBER 2022.
CETAK BUKU A5:
A. 60 halaman:
# Cetak 10 buku/ eksp. = 645.000 + Ongkir

B. 70 hlm:
# Cetak 10 buku = 665.000 + Ongkir

C. 85 hlm :
# Cetak 10 buku = 673.000 + Ongkir

D. 90 hlm:
# Cetak 10 Buku = 728.000 + Ongkir

E. 100 hlm:
# Cetak 10.Buku = 738.000 + Ongkir

F. 125 hlm:
# Cetak 10 buku = 764.000 + Ongkir

G. 150 hlm=
# Cetak 10 buku = 815.000 + Ongkir

H. 200 hlm:
# Cetak 10 buku = 855.000 + Ongkir

I. 250 hlm:
# Cetak 10 buku = 915.000 + Ongkir

J. 300 hlm:
# Cetak 10 buku = 970.000 + Ongkir

H. 350 hlm.
# Cetak 10 buku = 1.120.000 + Ongkir

I. 400 hlm.
# Cetak 10 buku = 1.170.000 + Ongkir

J. 450 hlm.
# Cetak 10 buku = 1.220.000 + Ongkir

K. 500 hlm.
#Cetak 10 = 1.270.000 + Ongkir

SETELAH CETAK 10 BUKU DENGAN JUMLAH HALAMAN DAN HARGA TERSEBUT, MAKA Lebihnya dihitung harga cetak ulang ( CETAKAN BUKU KE-11 dst.):

1. Cetak buku 60 hlm Harga @ 22.000
2. Cetak buku 70-75 hlm harga @23.000
3. Cetak buku 100 hlm. Harga @ 25. 000
4. Cetak buku 140 hlm harga @ 30.000
5. Cetak buku 150 hlm @ 31.000
6. Cetak buku 250 hlm. Harga @ 42.000
7. Cetak buku 300 hlm. Harga @ 47.000
8. Cetak 320 hlm. Harga @ 48.000
9. Cetak 340 hlm. Harga @ 50.000
10.Cetak 360 hlm. Harga @ 52.000
11. Cetak 380 hlm. Harga @ 55.000
12. Cetak 400 hlm. Harga @ 57.000
13. Cetak 420 hlm. Harga @ 59.000
14. Cetak 440 hlm. Harga @ 62.000
15. Cetak 480 hlm. Harga @ 65.000
16. Cetak 500 hlm. Harga @ 67.000
PLUS ONGKIR!

Dengan moderator Ibu Ewi, pertemuan ke tujuh belas pada kelas Belajar Menulis Gelombang 27 sangat menarik karena sudah mendapatkan ilmu tentang ‘Penerbit Indie’. Pertanyaan dan jawaban pada sesi QA sudah memperluas wawasan tentang penerbitan buku. Terima kasih kepada Ibu Ewi sebagai moderator, Bapak Mukminin, S.Pd, M.Pd sebagai narasumber yang hebat, dan Tim Solid Omjay yang hebat dan sudah mengorganisasi pelatihan ini.

Langkah menyusun buku secara sistematis

Oleh: Fitrilawati

Resume ke-16
Gelombang: 27
Tanggal: 26 September 2022
Tema: Langkah menyusun buku secara sistematis
Narasumber: Yulius Roma Patandean, S.Pd, M.Pd
Moderator: Sim Chung Wei, S.P.




Berikut adalah resume dari materi yang diberikan oleh narasumber Yulius Roma Patandean, S.Pd, M.Pd yang berjudul ‘Langkah menyusun buku secara sistematis’ dengan dipandu oleh Bapak Sim Chung Wei, S.P. sebagai Moderator. Topik malam ini sangat menarik karena dengan langkah yang sistematis proses pembuatan buku menjadi lebih mudah.

Pertemuan diawali oleh bapak moderator dengan menguraikan sesi dalam kegiatan pelatihan malam ini. Kemudian, Bapak Sim memperkenalkan narasumber yaitu Bapak Yulius Roma Patandean, S.Pd. yang merupakan guru bahasa Inggris di SMAN 5 Tana Toraja Sulawasi Selatan. Narasumber yang merupakan sosok luar biasa, muda, berkarya dan berprestasi, serta memiliki banyak karya buku, adalah alumni KBM Gelombang 9. Profil lengkap narasumber ada pada link https://romadean.blogspot.com/ 2021/01/profil.html.

Narasumber memperkenal buku terbarunya dan dua buku yang sedang digarap, yakni Perjalanan Implementasi Kurikulum Merdeka dan Antologi Puisi Kemerdekaan. Narasumber juga berterima kasih kepada Bapak Wijaya Kusumah selaku penggagas program KBM, Prof Richardus Eko Indrajit dan Penerbit ANDI yang telah menghantarnya menjadi penulis yang handal.

Materi diawali oleh narasumber dengan mebagikan pengalamannya. Menurut narasumber, ada banyak cara yang efektif dalam mengedit dan menyusun naskah buku secara sistematis, salah satunya adalah menggunakan Mendeley. Tetapi penulis harus berusaha untuk mengembangkan gaya dan proses yang sesuai untuk dirinya. Selanjutnya penulis harus mencari referensi, bantuan penulisan, dengarkan saran, baca contoh-contoh tulisan dari penulis pemula yang telah berhasil. Kemudian penulis harus mulai menulis karena berhasilnya tulisan tidak akan pernah terjadi jika tidak mencobanya. Ketika kita menulis, penulis perlu mempelajari alat dan perangkat lunak penulisan mana yang paling cocok agar naskah buku lebih mudah untuk diselesaikan. Narasumber mengatakan Microsoft Word memiliki fasilitas untuk menulis dan mengedit suatu naskah.

Narasumber memberikan contoh menulis dan mengedit naskah dapat menggunakan fasilitas Microsoft Word, misalnya cara membuat daftar isi, kutipan, indeks dan daftar pustaka secara otomatis seperti yang ditampilkannya pada link youtube https://youtu.be/eePQwyHAcjw. Selain itu dicontohkan juga cara membuat judul bab, dan sub judul tulisan pada buku secara otomatis menggunakan Microsoft words seperti pada link https://youtu.be/jXPr59aWJSc. Dengan menggunakan fasilitas pada Microsoft words seperti table of content, reference, sistematika tulisan dapat diformat sehingga tersusun dengan baik.

Selanjutnya narasumber menekankan jika seorang penulis telah menemukan gaya/cara mengedit naskah tulisan yang memudahkan dalam penulisan dan telah memiliki wawasan sendiri, maka perlu dibagikan kepada orang lain agar dunia menulis terus berkembang.

Selain itu, untuk menghasilkan sebuah buku yang bagus, disamping memiliki ide buku yang bagus diperlukan juga keterampilan untuk menyambungkan ide-ide dari bab-bab yang ada sehingga naskah buku tersusun dengan baik. Ide yang bagus untuk sebuah buka dapat dating dari mana saja seperti dari kalimat di buku lain, percakapan yang didengar, atau ide yang terlintas ketika sedang menikmati secangkir kopi Toraja hangat.

Menurut narasumber, setiap penulis memiliki proses yang berbeda, dan proses tersebut akan berkembang dan terus berkembang ketika terus menulis. Sehingga disarankan kepada penulis penulis pemula untuk mempertimbangkan gaya sendiri dalam menerbitkan buku solo pertama agar berkesan dan bernilai.

Narasumber menjelaskan bahwa dalam proses penulisan, mengedit naskah buku adalah salah satu sesi yang paling membosankan, memakan waktu, dan dapat membuat frustrasi. Dengan menggunakan fasilitas yang ada pada Microsoft Word, seperti yang ditunjukkan pada link tutorial youtube yang sudah diperlihatkan sebelumnya, permasalahan dalam pengeditan dapat dikurangi. Narasumber sudah membuktikan bahwa fasilitas pengeditan tulisan yang ada pada Microsoft Word dapat membantu dan memudahkan dalam penyusunan sistematika penulisan naskah buku.

Sebagai penutup, narasumber mengatakan bahwa seorang penulis lima buku kemungkinan besar lebih terkenal daripada penulis yang hanya menerbitkan satu buku. Agar lebih dikenal dan mendapatkan lebih banyak, maka sering-seringlah menulis dan mempublikasikan, misalnya menulis 1-3 buku yang diterbitkan sendiri setiap tahun dengan ide yang bersumber dari keadaan di sekitarnya.

Dengan moderator Bapak Sim Chung Wei, pertemuan ke enam belas pada kelas Belajar Menulis Gelombang 27 sangat menarik karena sudah mendapatkan ilmu tentang ‘Langkah menyusun buku secara sistematis’. Pertanyaan dan jawaban pada sesi QA sudah memperluas wawasan tentang penyusunan buku. Terima kasih kepada Bapak Sim Chung Wei sebagai moderator, Bapak Yulius Roma Patandean, S.Pd. sebagai narasumber yang hebat, dan Tim Solid Omjay yang hebat dan sudah mengorganisasi pelatihan ini.

Kiat mengatasi writer’s block pada penulis pemula

 Oleh Fitrilawati



Sebenarnya sejak kecil saya sudah bercita-cita menjadi seorang penulis. Ketika masih duduk di kelas lima SD, saya pernah mencoba membuat tulisan singkat dan dikirim ke majalah Bobo. Mungkin karena penulisannya kurang baik atau mungkin karena temanya yang kurang menarik, tulisan singkat itu tidak dapat dimuat pada majalah anak-anak tersebut.

Pengalaman tersebut membuat saya berhati-hati dalam menulis sehingga merasa harus selalu mencoba menuliskan setiap kalimat dengan baik. Sebagai akibatnya, ketika baru menuliskan beberapa paragraf, sudah ada keinginan untuk mengkoreksi kalimat tersebut sambil membayangkan kalimat yang mudah dibaca dan dipahami oleh orang lain.

Ternyata kebiasaan untuk memperbaiki tulisan, agar susunan kalimatnya terlihat sempurna, dalam proses penulisan berlanjut terus sampai baru-baru ini ketika saya mengikuti kelas Belajar Menulis (KBM) PGRI gelombang 27. Dalam kegiatan KBM tersebut diberikan pengetahuan tentang menulis, sehingga saya baru tahu bahwa menulis kalimat itu tidak perlu langsung jadi. Ada beberapa tahapan dalam menulis, setelah membuat kerangka tulisan, kemudian membuat draft tulisan, lalu mengedit draft dan proofreading. Biasanya, ketika baru menuliskan beberapa paragraf, sudah ada keinginan saya untuk mengkoreksi kalimat tersebut. Mungkin karena sibuk mengoreksi kalimat, tidak ada satupun tulisan saya yang selesai.

Ketika mencoba membuat artikel tentang writer’s block, saya baru menyadari bahwa masalah saya selama ini adalah writer’s block. Ketika akan menulis artikel tentang writer’s block, saya membuka folder pada komputer lama yang berisi file-file lama yang dulu pernah ditulis. Saya langsung mencari folder yang berjudul ‘halaman ide’, saya ingat betul pada folder tersebut saya pernah menyimpan file-file tulisan yang dulu pernah dibuat. Ketika folder tersebut dibuka, tampak di dalamnya ada banyak sub-folder. Saya tertarik untuk membuka sub-folder yang namanya ‘Jepang’. Ternyata di dalamnya ada beberapa file yang ditulis pada tahun 2010. Ada dua file yang menarik perhatian saya yaitu ‘Children peace monument sebagai saksi kekejaman bom atom’ dan file lain yang namanya ‘Hiroshima’.

Kenangan saya kembali ke masa tersebut, teringat ketika saya mendapat kesempatan mengunjungi Hiroshima Peace Memorial Park, perasaan mengharu biru ketika melihat betapa kejamnya akibat bom atom pada masa itu. Ketika itu ada keinginan untuk menuangkan perasaan tersebut dalam bentuk tulisan, namun tulisan tersebut tidak pernah jadi. Pada folder lain ada file yang judulnya ‘wortel atau cambuk’, ‘sampah plastik’, dan banyak lagi file-file lain yang pernah ditulis pada puluhan tahun silam. Ketika file-file tersebut dibuka, ada file yang berjumlah dua halaman, ada yang tiga halaman, ada yang empat halaman, namun tidak ada satupun yang selesai menjadi sebuah tulisan.

Ketika membuka sub-folder lain, saya melihat ada banyak file yang ditulis pada tahun 1998. Saya tertarik untuk membuka file yang bernama ‘kejutan salju di pagi hari’, isinya ada dua setengah halaman dengan spasi satu setengah.

Kenangan melayang ke masa tersebut, ketika saya mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi kota Mainz di dekat Frankfurt Jerman pada bulan November tahun 1998. Bulan November sudah masuk musim dingin, namun katanya di kota Mainz jarang sekali ada salju pada musim dingin.

Pagi itu, ketika bangun dan membuka jendela, saya terkagum-kagum melihat pemandangan yang luar biasa di luar gedung, tampak mobil-mobil yang terparkir pada halaman apartemen, pohon-pohon, dan jalanan semuanya tampak memutih tertutup salju. Saya membaca file tersebut, disana dideskripsikan perasaan yang sangat antusias dan senang karena dapat merasakan salju secara langsung, hanya di luar kamar. Sebenarnya ketika itu bukanlah kali pertama saya melihat salju, sebelumnya ketika mengunjungi suatu tempat, saya pernah sengaja pergi ke daerah pegunungan untuk melihat dan merasakan salju. Tapi kali itu salju ada dekat sekali, di luar jendela pada halaman apartemen tempat saya tinggal. Bagi saya yang tinggal dan besar di daerah katulistiwa, salju adalah hal yang luar biasa.

Pada tulisan tersebut diceritakan bagaimana antusiasnya ketika berjalan kaki dari tempat menginap menuju tempat berkegiatan melalui jalanan setapak yang tertutup salju. Tertulis pada halaman tersebut bagaimana senangnya berjalan menginjak salju yang lembut dan meninggalkan jejak sepatu. Sepanjang perjalanan tak hentinya menoleh ke belakang untuk melihat jejak sepatu yang tertinggal. Juga tergambarkan bagaimana perasaan ketika salju yang halus mengenai muka, tangan dan jaket. Karena suhu tubuh yang cukup hangat, butiran salju tersebut meleleh sehingga terasa basah.

Pada tulisan tersebut juga diceritakan bahwa saya mencoba memakai payung agar salju tidak membasahi muka, tangan dan jaket. Namun kemudian payung tersebut dilipat kembali setelah melihat tidak ada pejalan kaki lain yang memakai payung utk menghindari basah dari cairnya butiran salju.

Sebenarnya tulisan tersebut tidak jelek, masalahnya cerita yang dituliskan tersebut berhenti disana, alias tidak selesai. Saya mencoba mengingat-ingat alasan kenapa tulisan tersebut tidak diteruskan. Hal tersebut mungkin dikarenakan ketika menulis sibuk mengoreksi kalimat, sehingga membuat tulisan tersebut tidak jadi, sementara banyak aktivitas lain yang membutuhkan perhatian?

Walau banyak orang mengatakan bahwa menulis itu mudah, namun sejak dulu saya merasakan adalah tidak mudah untuk membuat tulisan yang diinginkan. Walaupun sudah ada ide yang menggebu-gebu di kepala untuk dituliskan, namun ada banyak hambatan ketika menuangkannya dalam bentuk tulisan. Yang sering saya alami adalah ketika baru menghasilkan satu-dua halaman tulisan, ada perasaan tidak puas. Diantaranya ada beberapa hal yang mengganjal seperti ada urutan kalimat yang terasa tidak runut, ada penggunaan kata yang tidak tepat, ada urutan logika yang terasa janggal. Hal tersebut membuat saya merasa bahwa kalimat pada tulisan tersebut perlu segera diperbaiki. Mungkin hal tersebutlah yang mengakibatkan tulisan-tulisan yang saya buat tidak pernah jadi, sehingga keinginan untuk menjadi penulis pun hanya sebatas angan-angan. Ketika itu saya merasa wajar saja, karena memang percaya bahwa membuat tulisan adalah tidak mudah dan saya tidak menyadari bahwa kondisi tersebut adalah writer’s block.

Melihat pengalaman saya sebelumnya, ada beberapa faktor yang mungkin menyebabkan berhentinya proses menulis tersebut. Faktor penyebab utama tampaknya adalah keraguan atau mungkin juga ketakutan apabila nanti dipublikasi tulisan tersebut akan dikritik orang karena jelek, tidak layak baca, banyak kesalahan ejaan, kalimatnya tidak pas, dan sebagainya. Ketakutan tersebut menimbulkan kehati-hatian sehingga muncul keinginan agar tulisan yang dibuat harus sempurna. Ada semacam ambisi bahwa sebelum menyentuh keyboard ide yang ada di kepala haruslah sudah tersusun secara sempurna, dan ternyata hal tersebut tidak pernah terjadi. Ternyata sebagai penulis pemula saya terlalu perfeksionis.

Bergabung dengan KBM gelombang 27 adalah cara natural saya untuk mengatasi masalah writer’s block. Disana ada banyak kesempatan untuk belajar dari orang lain, sehingga timbul sikap yang tidak terlalu banyak menuntut pada diri sendiri. Kesadaran tersebut sangat membantu untuk mengurangi sikap perfeksionis. Ternyata sejak mengikuti KBM, kegiatan menulis (bacanya menulis resume materi pelatihan) terasa santai dan menyenangkan. Mungkin karena tidak ada tekanan, proses menulis menjadi lancar dan mengalir secara alami sesuai dengan ritme menulis saya. Sampai hari ini, saya selalu dapat menyelesaikan penulisan resume materi pelatihan pada beberapa saat setelah materi diberikan. Setelah pertemuan ke-15, saya sudah memiliki lima belas buah resume tentang materi yang berkaitan dengan kegiatan menulis sehingga tanpa terasa pengetahuan tentang menulis bertambah.

Pada materi KBM ada topik mengenai writer’s block, yaitu kondisi dimana seorang penulis tidak dapat memikirkan apa yang harus ditulisnya atau tidak ada ide untuk melanjutkan tulisannya. Itu persis seperti yang dulu sering saya alami, sehingga tidak melanjutkan tulisan yang sudah dimulai. Ketika itu saya tidak tahu bahwa hal tersebut harus diatasi dan dilawan, namun hanya pasrah aja dengan tidak melanjutkan penulisan tersebut. Sehingga tidak heran jika ada banyak sekali file tulisan yang dicoba dibuat dan hanya setengah jadi pada folder ‘halaman ide’ tersebut.

Pada materi pelatihan KBM diuraikan tanda-tanda penulis terserang writer’s block seperti sulit fokus, tidak ada inspirasi menulis, menulis lebih lambat dari biasanya, atau merasa stres dan frustasi ketika menulis. Pada saat pelatihan dijelaskan untuk mengatasi writer’s block perlu dicari penyebabnya. Namun yang paling penting adalah menyadari ketika writer’s block tersebut menyerang, sehingga bisa cepat mengambil tindakan untuk menyingkirkan writer’s block tersebut.

Dalam kegiatan pelatihan menulis ditekankan bahwa proses editing dilakukan setelah draft tulisan selesai, bukan ketika tulisan masih jalan separuh atau baru beberapa paragraf. Jika ketika sedang menulis, muncul keinginan untuk memperbaiki tulisan agar kalimatnya terlihat sempurna, maka godaan tersebut harus segera dihentikan dan terus menulis. Godaan untuk melakukan perbaikan tersebut sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penulis terjebak dalam memperbaiki tulisan yang belum jadi, dan dapat mengakibatkan tulisan tersebut tidak pernah jadi.

Saya jadi mengerti mengapa dulu banyak tulisan yang saya buat hanya setengah jadi. Sebagai penulis kita harus realistis bahwa tak sempurna adalah manusiawi, dan pemikiran yang terlalu sempurna dapat menghambat dalam menghasilkan karya. Apalagi pada kenyataannya para penulis yang hebat pun masih melakukan revisi tulisannya sebelum dipublikasi.

Setelah ikut materi writer's block, baru terbuka fikiran bahwa writer's block dapat terjadi pada setiap penulis, baik penulis pemula maupun penulis professional. Writer's block umumnya tidak disebabkan oleh masalah komitmen atau kompetensi menulis. Orang yang sudah memiliki komitmen tinggi dalam menulis pun, masih bisa terserang writer's block. Sebagai contoh, Elizabeth M. Gilbert seorang penulis novel terkenal asal Amerika Serikat pernah mengalami writer's block karena tekanan untuk untuk segera menghasilkan karya baru setelah bukunya yang berjudul ‘Eat, Pray, Love’ meledak di pasaran. Dia dapat melepaskan diri dari tekanan tersebut setelah berdamai dengan dirinya dalam menafsirkan penulisan kreatif sehingga dia dapat kembali menulis secara natural sesuai dengan ritmenya.

Hal utama yang terpenting untuk mengatasi writer's block adalah menyadari adanya kondisi writer’s block, kemudian mencari penyebabnya, lalu berusaha meminimalkan faktor pemicu writer's block tersebut. Menulis adalah seni, bukan sains, sehingga untuk mengatasi writer's block tidak ada resep khusus yang dapat berlaku untuk semua orang. Namun, masing-masing individu harus mulai mencoba melakukan sesuatu yang membuatnya dapat menemukan hal yang cocok bagi dirinya.

Konsep Buku Non Fiksi

Oleh: Fitrilawati

Resume ke-15
Gelombang: 27
Tanggal: 23 September 2022
Tema: Konsep Buku Non Fiksi
Narasumber: Ibu Musiin M.Pd
Moderator: Arofiah Afifi


Berikut adalah resume dari materi yang diberikan oleh narasumber Ibu Musiin M.Pd yang berjudul ‘Konsep Buku Non Fiksi’ dengan dipandu oleh Ibu Arofiah Afifi sebagai Moderator. Topik malam ini sangat menarik karena Buku Non Fiksi berisi informasi yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Pertemuan diawali oleh Ibu moderator dengan menguraikan sesi dalam kegiatan pelatihan malam ini. Kemudian, Ibu Ovi memperkenalkan narasumber yaitu Ibu Musiin M.Pd yang merupakan guru SMP Negeri 1 Tarokan Kabupaten Kediri Jawa Timur. Narasumber, yang memiliki panggilan akrab Bu Iin adalah seorang pegiat sosial, entrepreneurship, pegiat literasi handal dengan banyak karya buku. Beliau  adalah alumni KBM Gelombang 8 yang pernah menjadi peserta Short Course di SEAMEO RELC Singapura tahun 2015.

Pertemuan diawali oleh Ibu narasumber dengan memberikan motivasi Mengapa kita harus menulis. Menurut beliau setiap orang memiliki pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan di dalam dirinya. Dalam perjalanan hidupnya ada banyak kejadian baik yang pahit atau manis yang dapat diungkapkan dalam bentuk buku. Hambatan utama untuk menuliskan buku tersebut adalah ketakutan yang muncul dari diri sendiri. Ketakutan tersebut ternyata merendahkan potensi untuk menulis. Adalah penting untuk mengalahkan ketakutan dari diri sendiri tersebut agar bisa membuat karya.

Menurut narasumber, menulis bukanlah keterampilan yang mudah. Berdasarkan penelitian bahasa, di antara empat keterampilan berbahasa, menulis adalah keterampilan yang dianggap paling sulit. Menulis tidak semudah berbicara. Kesulitan tersebut dapat menjadi tantangan sehingga perjuangan menjadi penulis dengan mengikuti kelas menulis, membuat resume, menghasilkan buku akan menimbulkan kecintaan menulis.

Menurut narasumber, sebelum menulis buku, harus ada alasan kuat mengapa ingin menjadi penulis. Diantara alasan yang diuraikan oleh ibu nara sumber adalah untuk mewariskan ilmu lewat buku, ingin punya buku karya sendiri yang bisa terpajang di toko buku online maupun offline, ingin mengembangkan profesi sebagai seorang guru, dan ingin mendorong diri sendiri untuk terus belajar. Ada kutipan terkenal dari Imam Ghazali dan Pramoedya Ananta Toer menjadi penguat untuk menjadi penulis.


Kemudian, narasumber menjelaskan apa yang dimaksud sebagai Buku nonfiksi, yaitu buku yang berisi karangan atau tulisan yang sifatnya berupa informasi dan penulisnya memiliki tanggung jawab atas isi kebenaran isi buku tersebut yang diambil dari peristiwa, orang, tempat atau fakta informasi di dalam buku tersebut.

Beberapa contoh buku nonfiksi adalah:
1. Buku Pedoman
2. Buku Teks
3. Buku Pelajaran
4. Buku Motivasi
5. Buku Filsafat
6. Buku Sains Populer
7. Kamus
8. Ensiklopedia
10. Biografi
11. Otobigrafi
12. Memoar

Beberapa ciri buku nonfiksi adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan Bahasa Yang Baku Atau Formal
2. Menggunakan bahasa yang denotatif.
3. Isi buku berkaitan dengan fakta
4. Tulisan bersifat ilmiah popular
5. Hasil penemuan atau yang sudah ada

Dalam penulisan buku nonfiksi ada 3 pola yaitu pola hierarkis, pola prosedural, dan pola klaster. Pada pola hierarkis, buku disusun berdasarkan tahapan dari mudah ke sulit atau dari sederhana ke rumit, contohnya Buku Pelajaran.  Pada pola prosedural,  buku disusun berdasarkan urutan proses, seperti pada Buku Panduan. Pada pola klaster, buku disusun secara poin per poin atau butir per butir. Pola ini diterapkan pada buku-buku kumpulan tulisan atau kumpulan bab yang dalam hal ini antar bab setara.

Proses penulisan buku nonfiksi terdiri dari 5 langkah, yakni pratulis, menulis draf, merevisi draf, menyunting naskah, dan menerbitkan. Pada langkah pratulis ditentukan tema, ditemukan ide, direncanakan jenis tulisan, dilakukan pengumpulan bahan tulisan, bertukar pikiran, disusun daftar, dilakukan riset, dibuat Mind Mapping, disusun kerangka.

Dalam sebuah buku biasanya hanya diangkat satu tema saja. Beberapa contoh tema dari buku nonfiksi adalah parenting, pendidikan, motivasi, pelaksanaan Kurikulum Merdeka, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, dll.

Untuk melanjutkan dari tema menjadi sebuah ide yang menarik, penulis bisa mendapatkan ide dari berbagai hal. Contoh sumber ide adalah pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, berita di media massa, status Facebook/Twitter/Whatsapp/Instagram, imajinasi, mengamati lingkungan, perenungan, membaca buku, survey, wawancara, dan sebagainya.

Mengumpulkan bahan tulisan dilakukan dengan membaca, berpikir kritis, dan mencari referensi. Referensi penulisan buku bisa dari sumber seperti: pengetahuan yang diperoleh secara formal, nonformal, atau informal; keterampilan yang diperoleh secara formal, nonformal, atau informal; Pengalaman yang diperoleh sejak balita hingga saat ini; Penemuan yang telah didapatkan; Pemikiran yang telah direnungkan.

Tahap berikutnya dalam kegiatan pratulis adalah membuat kerangka. Ada berbagai pedoman dalam membuat kerangka. Berikut ini merupakan contoh kerangka anatomi buku nonfiksi.
1. Halaman Judul
2. Halaman Persembahan (OPSIONAL)
3. Halaman Daftar Isi
4. Halaman Kata Pengantar (OPSIONAL, minta kepada tokoh yang berpengaruh)
5. Halaman Prakata
6. Halaman Ucapan Terima Kasih (OPSIONAL)
7. Bagian /Bab
8. Halaman Lampiran (OPSIONAL)
9. Halaman Glosarium
10. Halaman Daftar Pustaka
11. Halaman Indeks
12. Halaman Tentang Penulis

Langkah kedua dalam menulis buku nonfiksi adalah menulis draf. Pada tahap tersebut penulis menuangkan konsep tulisan ke tulisan dengan prinsip bebas dan tidak mementingkan kesempurnaan, tetapi lebih pada bagaimana ide dituliskan.

Langkah ketiga dalam menulis buku nonfiksi adalah merevisi draf. Pada tahap tersebut penulis merevisi sistematika/struktur tulisan dan penyajian dan memeriksa gambaran besar dari naskah.

Langkah keempat dalam menulis buku nonfiksi adalah menyunting naskah (KBBI dan PUEBI). Pada tahap tersebut penulis memeriksa ejaan, tata bahasa, diksi, data dan fakta, legalitas dan norma. Setelah mengikuti semua tahapan tersebut, buku nonfiksi siap untuk diterbitkan.

Dengan moderator Ibu Ovi, pertemuan ke lima belas pada kelas Belajar Menulis Gelombang 27 sangat seru dan menarik karena sudah mendapatkan ilmu tentang konsep buku nonfiksi. Pertanyaan dan jawaban pada sesi QA sudah memperluas wawasan tentang buku nonfiksi. Terima kasih kepada Ibu Ovi sebagai moderator, Ibu Iin sebagai narasumber yang hebat, dan Tim Solid Omjay yang hebat dan sudah mengorganisasi pelatihan ini

Kaidah Pantun

Oleh: Fitrilawati

Resume ke-14
Gelombang: 27
Tanggal: 21 September 2022
Tema: Kaidah Pantun
Narasumber: Miftahul Hadi, S.Pd
Moderator: Lely Suryani, SPd., SD


Berikut adalah resume dari materi yang diberikan oleh narasumber Bapak Miftahul Hadi, S.Pd yang berjudul ‘Kaidah Pantun’ dengan dipandu oleh Ibu Lely Suryani, SPd., SD sebagai Moderator. Topik malam ini sangat menarik karena pantun merupakan tradisi asli Indonesia. Sampai saat ini pantun digunakan secara luas di Indonesia, terutama pada upacara adat, sambutan dalam pidato, berceramah/dakwah, dan sebagainya.

Pertemuan diawali oleh Ibu moderator dengan menguraikan sesi dalam kegiatan pelatihan dengan tema ‘Kaidah Pantun’, yang merupakan materi baru pada KBM. Kemudian, Bu moderator memperkenalkan diri dan berpantun ria. Selanjutnya Ibu moderator memperkenalkan narasumber materi malam ini yaitu Bapak Miftahul Hadi, S.Pd. Narasumber yang memiliki panggilan akrab Mas Miftah dan dikenal sebagai ahli pantun adalah seorang guru yang berasal dari Jawa Tengah. Mas Miftah juga merupakan alumni KBM Gelombang 17.

Narasumber memulai materi dengan berpantun ria, kemudian memberikan materi yang terdapat dalam link: https://anyflip.com/wiirj/vdws/. Narasumber memiliki hobi menulis pantun, menurut beliau dalam menulis pantun dibutuhkan ketelitian untuk memilih diksi yang tidak asal. sehingga harus dipikirkan dulu, mana kata yang pas agar indah dibaca atau didengar.

Ada beberapa defenisi pantun, diantaranya pantun berasal dari kata 'pan' yang artinya sopan dan 'tun' yang artinya santun. Kata tun dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa. Pantun berasal dari akar kata "Tun" yang bermakna baris atau deret. Asal kata pantun dalam masyarakat Minangkabau dan Melayu diartikan sebagai "pantun". Oleh masyarakat Riau disebut sebagai tunjuk ajar yang berkaitan dengan etika. (Mu'jizah, 2019). 

Pantun sering diidentikan dengan suku Melayu. Namun sebenarnya tiap daerah di Indonesia juga memiliki pantun. Di Mandailing Sumatera Utara, ada semacam pantun yang dikenal dengan sebutan ende-ende. Di Tataran Sunda juga ada semacam pantun yang dikenal dengan paparikan. Di JawaTengah juga ada parikan yang semacam pantun.

Menurut narasumber, pada awalnya pantun merupakan tradisi lisan. Seiring berkembangnya waktu, pantun "naik kelas" dan tidak hanya dituturkan saja dalam kehidupan sehari-hari, namun dibukukan, dilombakan dalam berbagai event, serta diselipkan pada tiap kegiatan. Pada tanggal 17 Desember 2020 lalu, UNESCO mengakui pantun sebagai warisan budaya tak benda. Berkaitan dengan hal tersebut, setiap tanggal 17 Desember kita peringati sebagai hari pantun.

Ciri-ciri Pantun
Pantun termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Satu bait terdiri atas empat baris
  2. Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata
  3. Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata
  4. Bersajak a-b-a-b
  5. Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang
  6. Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud
Pantun berbeda dengan syair. Pantun terdiri dari empat terdiri dari empat baris, dua baris pertama disebut sebagai pembayang atau sampiran, dan dua baris kedua disebut sebagai maksud atau isi. Syair terdiri dari empat baris. Pantun bersajak A-B-A-B, syair bersajak A-A-A-A. Hubungan persajakan pada pantun, antara sampiran dan isi tidak memiliki sebab akibat. Pada syair keempat barisnya saling berhubungan.

Contoh pantun
Memotong rebung pokok kuini,
Menanam talas akar seruntun,
Mari bergabung di malam ini,
Bersama kelas menulis pantun.

Contoh syair
Belajar mengaji harus semangat,
Tekun rajin sabar dan giat,
Agar ilmu mudah didapat,
Selamat dunia juga akhirat.

Selain itu ada juga pantun kilat yang terdiri dari dua baris dan disebut karmina. Jadi karmina itu antara baris satu dengan baris dua tidak berhubungan. Selain itu ada karya sastra yang Jumlah barisnya dua dan dinamakan gurindam. Pada gurindam antara baris satu dengan baris dua saling berhubungan (sebab akibat).

Contoh karmina
Daun keladi susun di gerbong,
Jangalah jadi orang yang sombong.

Contoh gurindam
Jika selalu berdoa dan dzikir,
Ringan melangkah jernih berpikir.

Narasumber membagikan cara mudah menulis Pantun. Langkah pertama adalah memahami kaidah/ ciri pantun. Langkah berikutnya adalah menguasai perbendaharaan kata, kemudian menulis sampiran pantun, lalu menulis isi pantun.

Narasumber memberi tips bahwa dalam membuat pantun, usahakan membuat baris ketiga dan keempat (isi) terlebih dahulu. Jika isi pantun sudah jadi, maka sampiran akan mengikuti. Selain itu ada yang perlu dihindari yaitu hindari penggunaan nama orang dalam membuat pantun, hindari penggunaan nama merk dagang, dan hindari pengulangan kata di tiap barisnya.

Memahami kaidah/ ciri pantun
Untuk mengetahui apakah sudah sesuai kaidah maka harus diperiksa jumlah baris, jumlah kata, jumlah suku kata, dan sajaknya. Untuk amannya, gunakan empat kata pada tiap baris. Nanti akan dihasilkan jumlah suku kata yang tidak timpang. Lihat baris pertama dan baris ketiga. Lalu lihat baris kedua dengan baris keempat.

Utuk memeriksa sajaknya perhatikan bunyi akhir apakah memiliki persamaan bunyi. Jika pada bunyi akhir terdapat persamaan bunyi tiga atau empat huruf maka disebut sajak penuh. Jika pada bunyi akhir memiliki persamaan bunyi dua atau satu huruf, maka disebut sajak paruh.

Selanjut periksa sajak berdasarkan posisi/letak, apakah ada pengulangan bunyi yang dikenal sebagai Rima. Jika pantun memiliki bunyi sama hanya di bagian akhir maka disebut pantun dengan Rima akhir sama. Jika pantun memiliki bunyi sama pada tengah dan akhir maka disebut pantun dengan Rima tengah dan akhir. Jika pantun memiliki bunyi sama pada awal, tengah dan akhir maka disebut pantun dengan sajak awal, tengah dan akhir. Jika semua kata di tiap barisnya memiliki Rima atau persamaan bunyi yang sama maka disebut pantun Rima lengkap. Pada bagian dibawah ini diperlihatkan contoh Rima, bagian kata berwarna merah adalah kata yang memiliki bungi yang sama.

Contoh Rima akhir
Pohon nangka dililit benalu,
Benalu runtuhkan batu bata,
Mari kita waspada selalu,
Virus corona di sekitar kita.

Contoh Rima tengah dan akhir
Susun sejajar bungalah bakung,
Terbang menepi si burung elang,
Merdeka belajar marilah dukung,
Wujud mimpi Indonesia cemerlang.

Contoh Rima awal, tengah dan akhir
Jangan dipetik si daun sirih,
Jika tidak dengan gagangnya,
Jangan diusik orang berkasih,
Jika tidak dengan sayangnya.

Contoh Rima lengkap
Bagai patah tak tumbuh lagi,
Rebah sudah selasih di taman,
Bagai sudah tak suluh lagi,
Patah sudah kasih idaman.


Menguasai perbendaharaan kata
menguasai perbendaharaan kata dengan baik adalah salah satu kunci agar dapat menulis puisi dengan mudah. Menurut narasumber, dalam memilih kata sebaiknya diusahakan, yang minimal dua huruf paling belakang memiliki bunyinya yang sama. Dengan memiliki perbendaharaan kata dengan Rima sama semakin mempermudah kita dalam menulis pantun. Berikut adalah daftar kata yang dapat membantu untuk penulisan pantun.

Dengan moderator Ibu Lely Suryani, pertemuan ke empat belas pada kelas Belajar Menulis Gelombang 27 sangat seru dan menarik karena sudah mendapatkan ilmu tentang kaidah pantun. Apalagi peserta diajak mempraktekkan ilmu barunya dengan mencoba membuat pantun. Terima kasih kepada Ibu Lely sebagai moderator yang cetar dan inspiratif, Pak Miftahul Hadi sebagai narasumber ahli pantun yang hebat, dan Tim Solid Omjay yang hebat dan sudah mengorganisasi pelatihan ini.



Proofreading Sebelum menerbitkan tulisan

Oleh: Fitrilawati

Resume ke-13
Gelombang: 27
Tanggal: 19 September 2022
Tema: Proofreading Sebelum menerbitkan tulisan
Narasumber: Susanto, S.Pd
Moderator: Purbaniasita K.S, SPd


Berikut adalah resume dari materi yang diberikan oleh narasumber Bapak Susanto, S.Pd yang berjudul ‘Proofreading Sebelum menerbitkan tulisan’ dengan dipandu oleh Ibu Purbaniasita K.S, SPd sebagai Moderator.

Topik malam ini sangat penting karena proofreading merupakan tahap paling akhir dari proses penulisan yang bertujuan untuk memeriksa apakah terdapat kesalahan dalam naskah tersebut. Proofreading adalah aktivitas memeriksa kesalahan dalam naskah dengan membaca ulang sebuah tulisan secara cermat sebelum dipublikasikan atau diterbitkan. Melalui proofreading, kesalahan ejaan dan tanda baca, kesalahan ketik, format, dan inkonsistensi dalam tulisan dapat diperbaiki.

Pertemuan diawali oleh Ibu moderator dengan memperkenalkan topik materi malam ini yaitu proofreading yang merupakan tahapan penting dalam persiapan publikasi tulisan ke khalayak luas. Kemudian, Bu Sita sebagai moderator memperkenalkan narasumber materi malam ini yaitu Bapak Susanto, S.Pd. Narasumber yang dikenal dengan panggilan akrab Pak D Sus adalah seorang pendidik yang bekerja di SD Negeri Mardiharjo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Musi Rawas Sumatera selatan. Pak D Sus yang berpengalaman sebagai penulis, editor dan kreator konten adalah alumni KBM Gelombang 15.

Narasumber memulai materi dengan mengajak peserta KBM memperbaiki kalimat yang beliau berikan, peserta diajak mempraktekkan kegiatan proofreading. Antusiasme peserta untuk mencoba memperbaiki kalimat tersebut sangat besar. Ibu momod sangat berbaik hati meneruskannya langsung ke Pak D narasumber. Bagusnya, Pak D narasumber langsung memberikan feedback terhadap kalimat yang ditulis ulang oleh peserta.

Kapan melakukan Proofreading?
Proofreading merupakan tahap paling akhir dari proses penulisan yang bertujuan untuk memeriksa apakah terdapat kesalahan dalam naskah tersebut. Proofreading adalah aktivitas memeriksa kesalahan dalam naskah dengan membaca ulang sebuah tulisan secara cermat sebelum dipublikasikan atau diterbitkan. Melalui proofreading, kesalahan ejaan dan tanda baca, kesalahan ketik, format, dan inkonsistensi dalam tulisan dapat diperbaiki.

Proofreading dilakukan setelah tulisan selesai BUKAN ketika tulisan masih jalan separuh atau baru dua paragraf, dan sebagainya. Jika ketika sedang menulis, muncul keinginan untuk memperbaiki tulisan agar tulisan ini harus sempurna, harus segera hentikan godaan tersebut dan terus menulis. Godaan melakukan perbaikan tersebut sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penulis terjebak dalam memperbaiki tulisan yang belum jadi, dan dapat mengakibatkan, tulisan tersebut tidak pernah jadi.

Siapa yang melakukan proofreader?
Untuk pertama kali sebaiknya penulis yang menjadi proofreader, selanjutnya bisa dilakukan oleh orang lain teman untuk membaca tulisan atau jika diterbitkan oleh penerbit dapat diserahkan kepada proofreder/editor penerbit. Pada saat menjadi proofreader, hendaklah bertindaklah sebagai seorang “calon pembaca”, Tugas seorang proofreader bukan hanya membetulkan ejaan atau tanda baca. Seorang proofreader juga harus bisa memastikan bahwa tulisan yang sedang ia uji-baca bisa diterima logika dan dipahami. Beberapa yang harus dapat mengenali:
1) apakah sebuah kalimat efektif atau tidak
2) susunannya sudah tepat atau belum
3) substansi sebuah tulisan dapat dipahami oleh pembaca atau tidak

Langkah-langkah dalam melakukan proofreading
1. Merevisi draft awal teks. Membuat perubahan signifikan pada konten dan memindahkan, menambahkan, atau menghapus seluruh bagian.
2. Merevisi penggunaan bahasa: kata, frasa, dan kalimat serta susunan paragraf untuk meningkatkan aliran teks.
3. Memoles kalimat untuk memastikan tata bahasa yang benar, sintaks yang jelas, dan konsistensi gaya. Memperbaiki kalimat kalimat yang ambigu
4. Cek ejaan. Ejaan ini merujuk ke KBBI, tetapi ada beberapa kata yang mencerminkan gaya penerbit. Cek Pemenggalan kata-kata yang merujuk ke KBBI, cek Konsistensi nama dan ketentuannya, cek judul bab dan penomorannya.

Pada proofreading perlu dihindari kesalahan kecil yang tidak perlu misalnya typo atau kesalahan penulisan kata dan penyingkatan kata. Kesalahan kecil lainnya misalnya, memberi spasi (jarak) kata dan tanda koma, tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya. Tanda-tanda baca tersebut tidak boleh diketik terpisah dari kata yang mengikutinya.

Dengan moderator Ibu ‘Sita’ Purbaniasita K.S, SPd, pertemuan ke tiga belas pada kelas Belajar Menulis Gelombang 27 sangat penting karena memperkenalkan tahapan penting sebelum tulisan dipublikasi ke kalangan lebih luas. Terima kasih kepada Ibu ‘Sita’ sebagai moderator, Pak Dhe Sus sebagai narasumber, dan Tim Solid Omjay yang sudah mengorganisasi pelatihan ini.

Menulis semudah ceplok telor

Oleh : Fitrilawati

Resume ke-12
Gelombang: 27
Tanggal: 16 September 2022
Tema: Menulis semudah ceplok telor
Nara Sumber: Dra Lilis Ika Herpianti Sutikno, SH
Moderator: Widya Setianingsih


Berikut adalah resume dari materi pertemuan ke dua belas pada Kelas Belajar Menulis PGRI Gelombang ke-27 yang diberikan oleh Ibu Dra Lilis Ika Herpianti Sutikno, SH sebagai narasumber dan Ibu Widya Setianingsih sebagai Moderator. Ibu moderator mengawali pertemuan ke dua belas dengan memberikan motivasi bahwa sebagai penulis harus memiliki sikap yang gigih dan pantang menyerah untuk menulis, walaupun tulisannya belum ada peminatnya,dan selalu memiliki motivasi yang kuat untuk setia menulis dalam kondisi lapang ataupun sibuk.

Menulis adalah suatu aktivitas keren dalam menuangkan pemikiran dalam bentuk tulisan yang sistematis sehingga mudah dipahami oleh pembacanya. Ada yang mengatakan bahwa menulis itu mudah, bahkan pada pertemuan ke dua belas ini dikatakan bahwa menulis itu semudah ceplok telor. Judul tersebut sangat menggoda dan terbayang tahapan membuat ceplok telor. Mulai dari menyiapkan wajan teflon antilengket yang di atasnya diberi sedikit minyak, panaskan minyak dengan api kecil, pecahkan telur langsung di atas wajan, setelah bagian pinggiran putih telur mulai pekat percikkan beberapa tetes air ke sekitar telur, tutup wajan secara rapat, tunggu selama 20-30 detik, dan telur ceplok siap dinikmati. Tak sabar menunggu apa rahasianya sehingga menulis itu dapat semudah membuat ceplok telor. Apalagi pada kenyataannya tidak banyak orang yang dapat membuat tulisan yang baik, walau sudah mengetahui tahapan-tahapan menulis secara teoritis.

Ibu Dra Lilis Ika Herpianti Sutikno, SH, yang dikenal sebagai guru inspiratif, saat ini menjadi kepala sekolah SMP Negeri 3 Kupang Barat, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang NTT. Beliau adalah seorang penggerak literasi dari Kupang dan merupakan seorang tokoh yang menginspirasi dan memotivasi perjuangan guru untuk menjadi tangguh di daerah pedalaman yang terpencil. Beliau mengawali tugasnya sebagai guru di Pulau Solor Kab. Flores Timur, sebuah pulau terpencil yang harus ditempuh melalui perjalanan menyeberang laut dari Larantuka ke Desa Watobuku Solor Timur dengan perahu kecil. Ketangguhannya tersebut telah membuatnya berhasil mengukir banyak prestasi dan penghargaan, sehingga menjadi guru inspiratif, seperti judul bukunya yang best seller tersebut.

Bunda Lilis mengawali materinya dengan menyatakan bahwa menulis itu mudah. Modal awal dalam menulis adalah membaca, karena ada banyak ilmu yang bisa didapat dari membaca. Bunda Lilis menceritakan bahwa beliau adalah salah seorang yang banyak berubah setelah banyak membaca buku. Menurut beliau, sebuah kisah yang diabadikan dalam bentuk tulisan adalah sesuatu yang indah dan dapat dikenang oleh pembacanya. Ada banyak hal yang bisa ditulis seperti pengalaman hidup yang kita alami. Walaupun kelihatannya biasa-biasa saja, tetapi ketika dituliskan maka tulisan tersebut dapat menginspirasi orang lain. Maka menurut Bunda Lilis, adalah sayang sekali jika pengalaman hidup tersebut hanya tersimpan dalam pikiran saja.

Berbeda dengan penulis lain, Bunda Lilis tidak banyak memanfaatkan blog untuk mencatatkan ide untuk karyanya, melainkan memanfaatkan facebook. Pada laman facebooknya, Bunda Lilis menulis hampir setiap hari. Kegiatan rutin tersebut menjaga konsistensinya untuk menulis setiap hari. Catatan pada laman facebook tersebut menjadi catatan ide untuk membuat buku atau karya tulis lainya.

Bunda Lilis sudah membuktikan bahwa menulis itu semudah membuat ceplok telor. Dalam kesenyapan, sudah banyak buku yang disiapkan untuk terbit. Dengan banyak membaca dan rutinitas menulis, terasa tahapan menulisnya mudah, ide mengalir menghasilkan suatu cerita. Namun perlu ada tahapan selanjutnya untuk menata kalimat demi kalimat agar mudah dipahami. Perlu keterampilan dalam pemilihan kata, penulisan kalimat, dan penyusunan paragraf. Pilihan kata adalah berbeda antara penulisan personal, formal, dan akademik, meskipun untuk mengungkapkan hal yang sama. Itu artinya, tata bahasa, kalimat demi kalimatnya juga tanda bacanya perlu diperhatikan.

Narasumer menutup materi dengan merangkum bahwa menulis itu semudah ceplok telur kita bisa menulis apa saja. Perlu latihan untuk menulis setiap saat, Jangan mencari waktu luang untuk menulis. Tetapi luangkan waktu kita untuk menulis agar terlatih dan terampil untuk mengolah kata demi kata hingga merangkai kalimat demi kalimat dengan sempurna.

Dengan moderator Ibu Widya Setianingsih, pertemuan ke dua belas pada kelas Belajar Menulis Gelombang 27 telah memberikan masukan pada peserta bagaimana menulis semuda ceplok telor. Terima kasih kepada moderator, narasumber, dan Tim Solid yang sudah mengorganisasi pelatihan ini.

Mengelola Majalah Sekolah

Oleh: Fitrilawati

Resume ke-11
Gelombang: 27
Tanggal:14 september 2022
Tema: Mengelola Majalah Sekolah
Narasumber: Widya Setianingsih, S.Ag
Moderator: Yandri Novita Sari


Berikut adalah resume dari materi pertemuan ke sebelas pada Kelas Belajar Menulis PGRI Gelombang ke-27 yang diberikan oleh Ibu Widya Setianingsih, S.Ag sebagai narasumber dan dipandu oleh Ibu Yandri Novita Sari sebagai Moderator.

Ibu Widya Setianingsih, S.Ag adalah peserta Pelatihan Belajar Menulis gelombang 21. Ketika itu beliau berhasil menyelesaikan pelatihan sebagai Lulusan Terbaik. Setelah selesai mengikuti pelatihan BM, beliau memperluas kemampuannya dengan menjadi moderator, kurator, editor dan narasumber. Saat ini narasumber, yang memiliki hobi travelling, membaca, berkebun dan menulis, tercatat sebagai guru madrasah yang mengajar di MI Khadijah Malang. 

Topik dari materi ke sebelas KBM ini sangat menarik, yaitu Mengelola Majalah Sekolah. Narasumber materi kali ini merupakan Pemimpin Redaksi (Editor in Chief) Majalah Kharisma, majalah sekolah MI Khadijah Malang. Majalah Kharisma sudah konsisten terbit setiap 6 bulan, dan saat ini sudah hampir mencapai usia 13 tahun, yang merupakan pencapaian luar biasa. Jika sebelumnya majalah Kharisma, tampil sederhana yang diperbanyak dengan fotokopi, saat ini majalah Kharisma memiliki tampilan lebih menarik, keren, dicetak, berwarna, hard cover dan isinya lebih beragam.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca. Berdasarkan waktu penerbitannya, majalah dibedakan atas: majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan, dan sebagainya. Menurut isinya, majalah dibedakan atas majalah berita, majalah anak-anak, majalah wanita, majalah remaja, majalah olahraga, majalah sastra, majalah ilmu pengetahuan, dan sebagainya.

Majalah sekolah adalah adalah majalah yang dikelola, dibuat, dan diedarkan di kalangan sekolah. Dengan kata lain, dari sekolah untuk sekolah. Majalah Sekolah memiliki manfaat antara lain sebagai sarana komunikasi sekolah dengan walimurid, dan siswa, sebagai media komunikatif sekolah yang berisi berita-berita sekolah, informasi, pengetahuan dan hiburan, sebagai wadah kreativitas guru dan siswa dalam berkarya (menulis, menggambar dll), sebagai sarana publikasi sekolah di masyarakat , dan menjadi kebanggaan sekolah dan menambah nilai plus pada sekolah terutama saat melakukan akreditasi.

Langkah-langkah menerbitkan majalah sekolah adalah sebagai berikut.

1. Membuat gagasan dan menyatukan ide. Membentuk susunan redaksi majalah dengan melibatkan teman-teman dan organisasi yang memiliki jiwa literasi

2. Mengajukan Proposal. Proposal yang dibuat meliputi latar belakang, tujuan, susunan redaksi, anggaran dana dsbnya.

3. Membuat rancangan majalah, antara lain menetapkan nama majalah, isi majalah, pendanaan dll.

4. Mencari rekanan pendukung seperti percetakan, sponsor dll.

Dalam proposal untuk prnerbitan majalah sekolah Susunan Redaksinya adalah sebagai berikut.

 1. Penasehat yang bertugas memberikan segala pertimbangan terhadap segenap crew tentang majalah sekolah. Biasanya yang menjadi penasehat adalah Yayasan Sekolah/Komite Sekolah.

2. Penanggung Jawab yang bertanggung jawab atas keseluruhan jalannya penerbitan, baik ke dalam maupun ke luar. Penanggung Jawab dapat melimpahkan pertanggungjawabannya kepada Pemimpin Redaksi sepanjang menyangkut isi penerbitan (redaksional). Biasanya yang menjadi penanggung jawab adalah Kepala Sekolah

3. Pimpinan redaksi (Editor in Chief) bertanggung jawab terhadap mekanisme dan aktivitas kerja keredaksian sehari-hari. Pimpinan redaksi harus mengawasi isi seluruh rubrik media massa yang dipimpinnya. Biasanya yang ditunjuk sebagai Pemimpin Redaksi adalah dari kalangan guru.

4. Editor bertanggung jawab  swa sunting tulisan, proofreading dan mengedit semua tulisan

5. Reporter yang merupakan “prajurit” di bagian redaksi bertugas mencari berita lalu membuat atau menyusunnya menjadi tulisan.

6. Fotografer  bertugas mengambil gambar peristiwa atau objek tertentu yang bernilai berita atau untuk melengkapi tulisan berita yang dibuat wartawan tulis.

7. Layout  bertugas mendesain majalah, dan tata letaknya agar menjadi tampilan komunikatif dan menarik untuk disajikan

8. Bendahara bertugas mengatur jalannya sirkulasi keuangan majalah sekolah


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menerbitkan majalah antara lain membuat nama majalah, menentukan artikel yang akan ditampilkan, mengajukan ISSBN, menentukan Bahasa yang dipakai dalam majalah, mencari tema dari hal yang lagi booming atau ngetrend di lingkungan sekolah dan masyarakat, membuat Cover dan Layout yang menarik, menentukan pembiayaan dan memilih percetakan.

Membuat nama majalah adalah tahapan penting. Nama majalah hendaklah unik, menarik dan mudah diingat. Sebagai contoh: SMART, MUTUALISTA, KONTAK, CAHAYA.Nama majalah dapat juga berupa singkatan nama sekolah, atau kata-kata yang menginspirasi. Sebagai contoh KHARISMA singkatan dari Khadijah Is My Inspiration.

Menentukan artikel yang akan ditampilkan dalam majalah sekolah adalah sangat penting. Sebagai contoh, berikut adalah artikel yang akan ditampilkan dalam majalah sekolah.

1.  Visi Misi Sekolah : Visi, misi sekolah

2. Salam Redaksi : Kata sapaan pimred kepada pembaca dengan menyampaikan isi majalah secara singkat, tema majalah, kondisi teraktual saat itu.

3. Berita Sekolahberisi kegiatan-kegiatan sekolah, misalnya peringatan PHBI-PHBN, kegiatan sekolah dll.

4. Profil Guru yang dapat dimuat secara bergiliran mulai dari kasek, wakasek, guru, staf pendidik.

5. Profil Siswa Berprestasi yang menampilkan siswa paling berpretasi.

6. Karya Siswa yang menampilkan tulisan siswa, puisi, cerpen, foto hasil karya siswa berupa kerajinan, gambar dll.

7. Kegiatan Siswa, misalnya kegiatan outingclass, ataupun inclass seperti outbound, praktek di kelas, unjuk kerja, game dll.

8. Kuiz berhadiah yang disesuaikan dengan jenjang kelas, misalnya untuk SD TTS, tebak gambar, dll.

9. Prestasi Sekolah yang menampilkan prestasi terbaru dari guru, siswa, dan sekolah.

10. Info dan pengumuman: Info ujian, libur dsbnya

Mengajukan ISSBN merupakan hal yang sangat penting agar sebuah majalah dapat memiliki hak paten, maka Mengajukan ISSBN sangatlah penting. Kita bisa menghubungi penerbit untuk membantu mendapatkan ISSBN. Saat ini yang ada adalah QRCBN.

Menentukan Bahasa yang dipakai dalam majalah adalah tahapan penting. Untuk menentukan bahasa yang akan dipakai, perlu diketahui sasaran pasar. Untuk majalah sekolah, sasarannya adalah siswa-siswi dan walimurid, sehingga bahasa yangdigunakan harus mudah dimengerti anak-anak, tidak menggunakan bahasa terlalu formal/kaku, gunakan bahasa keseharian dan pergaulan, selipkan bahasa-bahasa gaul yang lagi ngetrend (asalkan harus sopan) misalnya hay gaess, hai sobat (sapaan untuk parapembaca), dan gunakan bahasa komunikatif sehingga seolah-olah kita sedang berbincang dengan pembaca.

Tema adalah hal yang perlu diperhatikan dalam menerbitkan majalah. Tema hendaknya dipilih dari hal yang lagi booming atau ngetrend di lingkungan sekolah dan masyarakat, isue-isue keseharian yang sedang booming di lingkungan sekolah dan masyarakat bisa kita gunakan sebagai tema. Sebagai contoh tema adalah Tetap Berprestasi di Masa Pandemi, Semakin Berilmu Semakin Berakhlak, Lets go green, Raih Mimpi Setinggi Bintang, Hold Your Star, Dll.

Pembuatan Cover dan Layout Menarik merupakan hal utama dalam manerbitkan majalah. Fungsi dari cover majalah adalah untuk melindungi isi majalah, mencerminkan tema dan isi majalah. Karena itu tampilan cover harus menarik pembaca. Hal yang perlu diperhatikan dalam Layout dan tata letak majalah antara lain: dibuat sesuai tema dan tingkatan usia pembaca (SD, SMP, SMA), praktis, simple, menarik dan memuat seluruh artikel dengan penataan padat tapi tidak sumpek, carilah guru yang berkompeten di IT sebagai tenaga layout dengan menggunakan aplikasi Corel.

Berkaitan dengan pembiayaan, untuk cetak majalah tidak semuanya kita cetak warna, hal ini untuk menekan budget agat tidak terlalu tinggi. Misalnya 8 halaman saja yang di cetak warna, yang lainnya cukup hitam putih saja. Pembiayaan biasanya digunakan untuk biaya cetak majalah, membayar HR crew, pembelian hadiah kuiz dll.

Dengan moderator Ibu Yandri Novita Sari, pertemuan ke sebelas pada kelas Belajar Menulis Gelombang 27 telah memberikan gambaran kepada peserta bagaimana mengelola majalah sekolah. Hal tersebut sangat memotivasi para peserta untuk membuat majalah sekolah sebagai wadah untuk menulis dan berkreasi. Terima kasih kepada Narasumber, moderator, dan Tim Solid yang sudah mengorganisasi pelatihan ini