Kaidah Pantun

Oleh: Fitrilawati

Resume ke-14
Gelombang: 27
Tanggal: 21 September 2022
Tema: Kaidah Pantun
Narasumber: Miftahul Hadi, S.Pd
Moderator: Lely Suryani, SPd., SD


Berikut adalah resume dari materi yang diberikan oleh narasumber Bapak Miftahul Hadi, S.Pd yang berjudul ‘Kaidah Pantun’ dengan dipandu oleh Ibu Lely Suryani, SPd., SD sebagai Moderator. Topik malam ini sangat menarik karena pantun merupakan tradisi asli Indonesia. Sampai saat ini pantun digunakan secara luas di Indonesia, terutama pada upacara adat, sambutan dalam pidato, berceramah/dakwah, dan sebagainya.

Pertemuan diawali oleh Ibu moderator dengan menguraikan sesi dalam kegiatan pelatihan dengan tema ‘Kaidah Pantun’, yang merupakan materi baru pada KBM. Kemudian, Bu moderator memperkenalkan diri dan berpantun ria. Selanjutnya Ibu moderator memperkenalkan narasumber materi malam ini yaitu Bapak Miftahul Hadi, S.Pd. Narasumber yang memiliki panggilan akrab Mas Miftah dan dikenal sebagai ahli pantun adalah seorang guru yang berasal dari Jawa Tengah. Mas Miftah juga merupakan alumni KBM Gelombang 17.

Narasumber memulai materi dengan berpantun ria, kemudian memberikan materi yang terdapat dalam link: https://anyflip.com/wiirj/vdws/. Narasumber memiliki hobi menulis pantun, menurut beliau dalam menulis pantun dibutuhkan ketelitian untuk memilih diksi yang tidak asal. sehingga harus dipikirkan dulu, mana kata yang pas agar indah dibaca atau didengar.

Ada beberapa defenisi pantun, diantaranya pantun berasal dari kata 'pan' yang artinya sopan dan 'tun' yang artinya santun. Kata tun dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa. Pantun berasal dari akar kata "Tun" yang bermakna baris atau deret. Asal kata pantun dalam masyarakat Minangkabau dan Melayu diartikan sebagai "pantun". Oleh masyarakat Riau disebut sebagai tunjuk ajar yang berkaitan dengan etika. (Mu'jizah, 2019). 

Pantun sering diidentikan dengan suku Melayu. Namun sebenarnya tiap daerah di Indonesia juga memiliki pantun. Di Mandailing Sumatera Utara, ada semacam pantun yang dikenal dengan sebutan ende-ende. Di Tataran Sunda juga ada semacam pantun yang dikenal dengan paparikan. Di JawaTengah juga ada parikan yang semacam pantun.

Menurut narasumber, pada awalnya pantun merupakan tradisi lisan. Seiring berkembangnya waktu, pantun "naik kelas" dan tidak hanya dituturkan saja dalam kehidupan sehari-hari, namun dibukukan, dilombakan dalam berbagai event, serta diselipkan pada tiap kegiatan. Pada tanggal 17 Desember 2020 lalu, UNESCO mengakui pantun sebagai warisan budaya tak benda. Berkaitan dengan hal tersebut, setiap tanggal 17 Desember kita peringati sebagai hari pantun.

Ciri-ciri Pantun
Pantun termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Satu bait terdiri atas empat baris
  2. Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata
  3. Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata
  4. Bersajak a-b-a-b
  5. Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang
  6. Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud
Pantun berbeda dengan syair. Pantun terdiri dari empat terdiri dari empat baris, dua baris pertama disebut sebagai pembayang atau sampiran, dan dua baris kedua disebut sebagai maksud atau isi. Syair terdiri dari empat baris. Pantun bersajak A-B-A-B, syair bersajak A-A-A-A. Hubungan persajakan pada pantun, antara sampiran dan isi tidak memiliki sebab akibat. Pada syair keempat barisnya saling berhubungan.

Contoh pantun
Memotong rebung pokok kuini,
Menanam talas akar seruntun,
Mari bergabung di malam ini,
Bersama kelas menulis pantun.

Contoh syair
Belajar mengaji harus semangat,
Tekun rajin sabar dan giat,
Agar ilmu mudah didapat,
Selamat dunia juga akhirat.

Selain itu ada juga pantun kilat yang terdiri dari dua baris dan disebut karmina. Jadi karmina itu antara baris satu dengan baris dua tidak berhubungan. Selain itu ada karya sastra yang Jumlah barisnya dua dan dinamakan gurindam. Pada gurindam antara baris satu dengan baris dua saling berhubungan (sebab akibat).

Contoh karmina
Daun keladi susun di gerbong,
Jangalah jadi orang yang sombong.

Contoh gurindam
Jika selalu berdoa dan dzikir,
Ringan melangkah jernih berpikir.

Narasumber membagikan cara mudah menulis Pantun. Langkah pertama adalah memahami kaidah/ ciri pantun. Langkah berikutnya adalah menguasai perbendaharaan kata, kemudian menulis sampiran pantun, lalu menulis isi pantun.

Narasumber memberi tips bahwa dalam membuat pantun, usahakan membuat baris ketiga dan keempat (isi) terlebih dahulu. Jika isi pantun sudah jadi, maka sampiran akan mengikuti. Selain itu ada yang perlu dihindari yaitu hindari penggunaan nama orang dalam membuat pantun, hindari penggunaan nama merk dagang, dan hindari pengulangan kata di tiap barisnya.

Memahami kaidah/ ciri pantun
Untuk mengetahui apakah sudah sesuai kaidah maka harus diperiksa jumlah baris, jumlah kata, jumlah suku kata, dan sajaknya. Untuk amannya, gunakan empat kata pada tiap baris. Nanti akan dihasilkan jumlah suku kata yang tidak timpang. Lihat baris pertama dan baris ketiga. Lalu lihat baris kedua dengan baris keempat.

Utuk memeriksa sajaknya perhatikan bunyi akhir apakah memiliki persamaan bunyi. Jika pada bunyi akhir terdapat persamaan bunyi tiga atau empat huruf maka disebut sajak penuh. Jika pada bunyi akhir memiliki persamaan bunyi dua atau satu huruf, maka disebut sajak paruh.

Selanjut periksa sajak berdasarkan posisi/letak, apakah ada pengulangan bunyi yang dikenal sebagai Rima. Jika pantun memiliki bunyi sama hanya di bagian akhir maka disebut pantun dengan Rima akhir sama. Jika pantun memiliki bunyi sama pada tengah dan akhir maka disebut pantun dengan Rima tengah dan akhir. Jika pantun memiliki bunyi sama pada awal, tengah dan akhir maka disebut pantun dengan sajak awal, tengah dan akhir. Jika semua kata di tiap barisnya memiliki Rima atau persamaan bunyi yang sama maka disebut pantun Rima lengkap. Pada bagian dibawah ini diperlihatkan contoh Rima, bagian kata berwarna merah adalah kata yang memiliki bungi yang sama.

Contoh Rima akhir
Pohon nangka dililit benalu,
Benalu runtuhkan batu bata,
Mari kita waspada selalu,
Virus corona di sekitar kita.

Contoh Rima tengah dan akhir
Susun sejajar bungalah bakung,
Terbang menepi si burung elang,
Merdeka belajar marilah dukung,
Wujud mimpi Indonesia cemerlang.

Contoh Rima awal, tengah dan akhir
Jangan dipetik si daun sirih,
Jika tidak dengan gagangnya,
Jangan diusik orang berkasih,
Jika tidak dengan sayangnya.

Contoh Rima lengkap
Bagai patah tak tumbuh lagi,
Rebah sudah selasih di taman,
Bagai sudah tak suluh lagi,
Patah sudah kasih idaman.


Menguasai perbendaharaan kata
menguasai perbendaharaan kata dengan baik adalah salah satu kunci agar dapat menulis puisi dengan mudah. Menurut narasumber, dalam memilih kata sebaiknya diusahakan, yang minimal dua huruf paling belakang memiliki bunyinya yang sama. Dengan memiliki perbendaharaan kata dengan Rima sama semakin mempermudah kita dalam menulis pantun. Berikut adalah daftar kata yang dapat membantu untuk penulisan pantun.

Dengan moderator Ibu Lely Suryani, pertemuan ke empat belas pada kelas Belajar Menulis Gelombang 27 sangat seru dan menarik karena sudah mendapatkan ilmu tentang kaidah pantun. Apalagi peserta diajak mempraktekkan ilmu barunya dengan mencoba membuat pantun. Terima kasih kepada Ibu Lely sebagai moderator yang cetar dan inspiratif, Pak Miftahul Hadi sebagai narasumber ahli pantun yang hebat, dan Tim Solid Omjay yang hebat dan sudah mengorganisasi pelatihan ini.



7 komentar:

  1. MasyaAllah, resume yang lengkap dan luarr biasa. Terima kasih ibu. Semangat berkarya semangat menginspirasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. senang banget dikunjungi Mas Miftah. Terima kasih atas ilmunya

      Hapus
  2. Tambahan tips dari narasumber supaya kita bisa membuat pantun.
    1. Hindari penggunaan nama orang dalam membuat pantun.
    2. Hindari penggunaan nama merk dagang.
    3. Hindari pengulangan kata di tiap barisnya.

    BalasHapus